Setiap makhluk hidup di dunia ini pasti memerlukan
identitas atau jatidiri. Selain berfungsi sebagai penjelas dari kepribadian
seseorang terhadap orang lain, identitas atau jatidiri juga dapat diperlukan
dalam berinteraksi. Sebagaimana sebuah negara, pasti membutuhkan Identitas
Nasional sebagai jatidiri negara tersebut.
Suatu negara memerlukan identitas atau jatidiri sebagai pengenalan dan
penjelas kepribadian dari satu negara ke negara lain. Suatu negara juga dapat
dikatakan sebagai negara jika ia memiliki suatu identitas atau jatidiri negara,
karena adanya pengakuan oleh negara lain dalam interaksi yang telah
berlangsung.
Jati
Diri dan Kepribadian
1.
Pengertian
I
|
dentitas nasional dapat diartikan
sebagai kepribadian nasional, yang diambil dari bahasa Inggris
yaitu “national identity”. Kepribadian
nasional atau jatidiri nasional adalah jatidiri yang telah dimiliki suatu
bangsa, yang juga diadopsi dari nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama yang
telah diyakini bangsa tersebut tentang kebenarannya.
Menurut Parsudi
Suparlan, identitas atau jatidiri dapat diartikan sebagai “pengenalan atau pengakuan
terhadap seseorang yang termasuk dalam suatu golongan yang dilakukan
berdasarkan atas serangkaian ciri-ciri yang merupakan suatu satuan bulat dan
menyeluruh, serta menandainya sehingga ia dapat dimasukkan dalam golongan
tersebut.”
Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama
kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika
terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan
interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan,
tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan
manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah
kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari
faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku
individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan, sikap, sifat-sifat
serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda
dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada
keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
Istilah “identitas
nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan
memiliki identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri
serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah
kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah
darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak
dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
2.
Unsur Pembentuk
Salah satu
identitas yang melekat pada bangsa Indonesia adalah sebutan sebagai sebuah
negara yang majemuk. Kemajukan ini
merupakan perpaduan dari unsur-unsur yang menjadi inti identitas di atas:
sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama, dan bahasa.
a.
Sejarah
Menurut catata
sejarah, sebelum menjadi sebuah negara, bangsa Indonesia pernah mengalami masa
kejayaan yang gemilang. Dua kerajaan Nusantara, Majapahit dan Sriwijaya misalnya,
dikenal sebagai pusat kerajaan Nusantara. Semangat juang bangsa Indoensian
dalam mengusir penjajah telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa
Indonesia yang kemudian menjadi salah satuunsur pembentuk identitas
nasionalnya.
b.
Kebudayaan
Aspek kehidupan
yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur, yaitu akal
budi, peradaban, dan pengetahuan.
c.
Suku Bangsa
Tradisi bangsa
Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajukan merupakan unsur lain yang harus
dikembangkan dan dibudayakan. Kemajukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat
pada keberadaan ribuan suku, bahasa, dan budaya.
d.
Agama
Keanekaragam agama
dan kepercayaan di Indonesia tidak hanya dijamin oleh konstitusi negara, tapi
juga meruapan rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus dipelihara dan disyukuri
bangsa Indonesia.
e.
Bahasa
Bahasa Indonesia
adalah salah satu identitas nasional yang penting. Bahasa Indonesia memiliki
nilai tersendiri bagi bangsa Indonesi, ia telah memberikan sumbangan besar pada
pembentukan persatuan dan nasionalisme Indonesia.
3.
Identitas Nasional Indonesia
Salah satu
identitas yang telah melekat pada Negara Indonesia adalah keBinneka Tunggal Ika. Ungkapan
Binneka Tunggal Ika dalam lambang nasional terletak pada simbol burung garuda
dengan lima simbol yang mewakili sila-sila dalam dasar Negara Pancasila.
Beberapa bentuk
identitas nasional Indonesia, adalah sebagai berikut:
a.
Bahasa nasional atau bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berawal dari bahasa melayu yang
dibgunakan sebagai bahasa pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa
nasional pada tanggal 28 oktober 1928.
b.
Bendera Negara yaitu sang merah putih. Warna merah berarti berani dan putih berarti
suci. Bendera merah petih pertama kali dikibarkan pada tanggal 17 agustus 1945,
namun telah ditunjukkan pada peristiwa sumpah pemuda.
c.
Lagu kebangsaan Indonesia yaitu
Indonesia Raya. Lagu
Indonesia sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28
oktober 1928.
d.
Lambang Negara yaitu garuda pancasila. Garuda
adalah burung khas Indonesia yang dijadikan sebagai lambang Negara.
e.
Semboyan Negara yaitu bhineka tunggal
ika. Artinya berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Menunjukkan Indonesia adalah bangsa yang heterogen namun tetap
berkeinginan untuk menjadi bangsa yang satu, yakni Indonesia.
f.
Dasar falsafah Negara yaitu pancasila. Berisi
lima sila yang dijadikan sebagai dasar falsafat dan ideology dari Negara
Indonesia. Selain itu pancasila berkeedudukan sebagai dasar Negara dan ideologi
nasional.
g.
Hukum dasar Negara yaitu UUD 1945. Merupakan hukum dasar tertinggi dalam tata
urutan perundang-undangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan Negara.
h.
Bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk Negara kita adalah kesatuan, bentuk
pemerintahan adalah republik dan sistem politik yang digunakan adalah system
demokrasi.
i.
Konsepsi wawasan nusantara. Sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional.
j.
Kebudayaan daerah yang telah diterima
sebagai kebudayaan nasional. Sebagai Negara kesatuan Indonesia terdiri dari
banyak suku bangsa, sehingga Indonesia memiliki kebudayaan daerah yang sangat
kompleks.
4.
Peran Pancasila
Bagi Bangsa
Indonesia, jatidiri bangsa dalam bentuk kepribadian nasional ini telah
disepakati sejak Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kesepakan itu,
telah muncul lewat pernyataan pendiri Negara (founding fathers and mothers)
dengan wujud pancasila, yang di dalamnya mengandung lima
nilai-nilai dasar sebagai gambaran berpola Bangsa Indonesia, yang erat dengan
jiwa, moral, dan kebribadian bangsa Pancasila adalah kepribadian bangsa yang
digali dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
budaya Bangsa Indonesia. Sebagai indentitas dan kepribadian Bangsa Indonesia,
Pancasila adalah sumber motivasi, inspirasi, pedoman berprilaku sekaligus standar
pembenarannya. Dengan demikian segala ide, pola aktifitas, prilaku, serta hasil
prilaku Bangsa Indonesia harus bercermin pada Pancasila. Pancasila memiliki
pengertia sebagai moral, jiwa, dan kepribadian Bangsa Indonesia. Hal ini diwujudkan
dalam sikap mental dan tingakah laku serta amal perbuatan yang mempunyai ciri khas,
sehingga menjadi identitas bangsa. Ciri-ciri khas inilah yang dimaksud
kepribadian. Kepribadian Bangsa Indonesia adalah Pancasiala.
Teladan
dan Moralitas
1.
Etika Kebaikan
P
|
ancasila adalah sebagai dasar negara
Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat
Indonesia. Pancasila memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa
Indonesia, salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika. Etika
berasal dari kata “ethos” (bahasa
Yunani) dalam bentuk tunggal artinya
padang rumput, kebiasaan, adat, watak dan lain-lain
dan bentuk jamak artinya “kebiasaan”.
Etika berarti ilmu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang kebiasaan.
Hakikat Pancasila
pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana
sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila identik
dengan kodrat manusia, oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang di lakukan
oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama
masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia. Etika Pancasila[1]
adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Suatu perbuatan di katakan baik bukan hanya apabila tidak
bertentangan dengan nilai-nilai tersebut namun juga sesuai dan mempertinggi
nilai-nilai Pancasila tersebut.
2.
Cita-cita
Moral
Posisi Pancasila
sebagai cita-cita moral bangsa ini dapat ditemukan
dalam Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu mewujudkan (merupakan perwujudan dari) Rechtsidee (cita-cita hukum) yang
menguasai hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis.
Nilai-nilai
Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh
siapa saja[2].
Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat
dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta
sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu
kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia
sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam
sila-silanya.
3.
Solusi Problematis
Pancasila
sebagai solusi problem bangsa, seperti korupsi, kerusakan lingkungan, dekadensi
moral, dan lain-lain. Sebagaimana telah dikatakan
bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau
krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula
krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari
kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun
hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh
moralitas.
Moralitas
memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan
moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip
baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas
individu dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral
individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada
bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk.
Moralitas dapat
dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu mengarahkan ke mana
kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana
tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan
dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut,
apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk
kesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih
abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan. Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para
pejuang kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa
kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas
moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya
penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia. Moralitas individu dan
sosial yang begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan
hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan
buah perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
termuat dalam alinea-alineanya.
Apabila ditilik
dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa
moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana
mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena
penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I).
Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena
rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan
antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling berkelindan.
Selanjutnya, di
dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat
universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin
langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut. Namun dapat
juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas
hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.
Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah
digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan
solidaritas dan kepedulian pada sesama. Lalu bagaimana membangun kesadaran
moral anti korupsi[3]
berdasarkan Pancasila?
Kemiskinan,
pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang merajalela
serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik yang
dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari
masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungkapkannya.
Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan adanya Pancasila.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang
tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan
kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan
demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai
Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Sehingga tercapailah
cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi jalan
keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara. Apabila nilai-nilai
yang terkandung dalam butir- butir Pancasila di implikasikan di dalam kehidupan
sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya
ketidak adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila
sudah tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan
Negara.
4.
Pemberdayaan
Etika Pancasila dalam Konteks Kehidupan Akademik
Pancasila sebagai
dasar etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
diberdayakan melalui kebebasan akademik untuk mendasari suatu sikap mental atau
attitude. Kebebasan akademik adalah hak dan tanggung jawab seseorang akademisi.
Hak dan tanggung jawab itu terkait pada susila akademik, yaitu;
a.
Curiosity
Dalam arti terus
menerus mempunyai keinginan untuk mengetahui hal-hal baru dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, tidak mengenal titik henti, yang berpengaruhi dengan
sendirinya terhadap perkembangan etika;
b.
Wawasan
Luas dan mendalam,
dalam arti bahwa nilai-nilai etika sebagai norma dasar bagi kehidupan suatu
bangsa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak terlepas dari
unsur-unsur budaya yang hidup dan berkembang dengan ciri-ciri khas yang
membedakan bangsa itu dari bangsa lain;
c.
Terbuka
Dalam arti luas
bahwa kebenaran ilmiah adalah sesuatu yang tentatif, bahwa kebenaran ilmiah
bukanlah sesuatu yang hanya sekali ditentukan dan bukan sesuatu yang hanya
sekali ditentukan dan bukan sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat, yang
implikasinya ialah bahwa pemahaman suatu norma etika bukan hanya tekstual,
melainkan juga kontekstual untuk diberi makna baru sesuai dengan kondisi aktual
yang berkembang dalam masyarakat;
d.
Open mindedness
Dalam arti rela dan
rendah hati (modest) bersedia menerima kritik dari pihak lain terhadap
pendirian atau sikap intelektualnya;
e.
Jujur,
Dalam arti
menyebutkan setiap sumber atau informasi yang diperoleh dari pihak lain dalam
mendukung sikap atau pendapatnya; serta
f.
Independen,
Dalam arti
beranggungjawab atas sikap dan pendapatnya, bebas dari tekanan atau “kehendak
yang dipesankan” oleh siapa pun dan dari mana pun. Pancasila sebagai core
philosophy bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, juga
meliputi etika yang sarat dengan nilai-nilai filsafati; jika memahami Pancasila
tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap
hanyalah segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi-segi fenomenalnya
saja, tanpa menyentuh inti hakikinya.
[1]Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap bertanggung jawab berhadapan dengan
berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Kata yang dekat dengan etika adalah moral
, berasal dari bahasa latin “mores“ artinya adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral di terjemahkan
dengan arti susila. Moral ialah sesuai ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori, sedangkan
moral menyatakan ukuran.
[2]Nilai-nilai etis pancasila (ketuhanan, kemanusian,
persatuan, kerakyatan dan keadilan). Nilai yang pertama adalah ketuhanan.
Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena
menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Nilai yang kedua adalah kemanusiaan.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan. Nilai
yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Nilai
yang keempat adalah kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung
nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Nilai yang kelima adalah keadilan. Maka Pancasila dapat
menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya
bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif.
[3]Korupsi secara harafiah diartikan sebagai
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011:
23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang
begitu tinggi. Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah
membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam
diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan,
tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan
melakukan korupsi.
0 komentar:
Posting Komentar