FALSAFAH PANCASILA


Image result for filsafat pancasila
Sumber: Gambar di copy dari Google

Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu: (1) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, (2) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, dan (3) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

Arti dan Konten
Secara etimologis istilah ”filsafat“[1] atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”  (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan).
Berdasarkan  pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata  tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia[2]. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.

Misi dan Tujuan
Pancasila dikenal sebagai falsafah Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam falsafah Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu. Perubahan ini terjadi karena ada misi ideologis dengan menjadikan Pancasila sebagai tunggangan.
Versi dari misi dan tujuan Pancasila yang kita kenal sebagai berikut;
1.        Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
2.        Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
3.        Filsafat Pancasila versi Soeharto
Melalui Pandangan Soeharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan di atas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Jika dibedakan antara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafat Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.

Ruang Lingkup dan Bidang Kajian
1.        Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi.
Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini.
Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Di samping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia, dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum di dalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam qalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila).
Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.
3.        Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah: Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri.
Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Oleh karena itu maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan:
a.         Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.
b.        Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
c.         Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d.        Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e.         Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.

Isi dan Fondasi Pancasila
1.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
 Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut:
1)         Kebangsaan Indonesia.
2)         Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
3)         Mufakat atau Demokrasi.
4)         Kesejahteraan sosial.
5)         Ketuhanan.
2.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu:
1)        Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
2)        Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
3)        Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
4)        Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut:
1)         Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2)         Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3)         Persatuan Indonesia.
4)         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5)         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut.
Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting:
a.         Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b.        Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c.         Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI.
4.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland/Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh                      Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut:
1)         Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)         Prikemanusiaan.
3)         Kebangsaan.
4)         Kerakyatan.
5)         Keadilan Sosial.
5.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai Konstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu:
1)        RI Yogyakarta.
2)        Negara Sumatera Timur (NST).
3)        Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal).
Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu:
1)        Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)        Prikemanusiaan.
3)        Kebangsaan.
4)        Kerakyatan.
5)        Keadilan Sosial.
6.        Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan:
a.         Pembubaran Konstuante.
b.        Berlakunya kembali UUD 1945.
c.         Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d.        Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut:
1)         Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)         Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3)         Persatuan Indonesia.
4)         Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)         Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal: Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada: Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga/Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” perihal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh:
1)        Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
2)        Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
3)        Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.
Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan: Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan: “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat: “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.
Demokrasi Pancasila
1.        Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein   yang   berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan  rakyat, atau  yang lebih  kita  kenal  sebagai pemerintahan  dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi  yang dianut di Indonesia,  yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran  serta pandangan.  Tetapi  yang tidak  dapat  disangkal  ialah bahwa  beberapa nilai  pokok  dari  demokrasi  konstitusionil  cukup  jelas  tersirat  di  dalam  Undang Undang  Dasar  1945.  Selain  dari  itu  Undang-Undang  Dasar  kita  menyebut  secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
a.         Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
b.        Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2.        Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme  (kekuasaan  yang tidak  terbatas).  Berdasarkan 2 istilah  Rechstaat  dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang  Dasar  1945,  ialah  demokrasi  konstitusionil.  Di  samping  itu  corak  khas demokrasi  Indonesia,  yaitu  kerakyatan  yang  dipimpin  oleh  hikmat  kebijaksanaan dalam  permusyawaratan  perwakilan,  dimuat  dalam  Pembukaan  Undang-Undang Dasar.
Dengan  demikian  demokrasi  Indonesia  mengandung  arti  di  samping  nilai  umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia  Indonesia  dalam  hubungannya  dengan  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  sesama manusia,   tanah  air  dan  Negara  Kesatuan   Republik   Indonesia,   pemerintah   dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam  permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan  Ketuhanan Yang  Maha  Esa,  Kemanusiaan  Yang  Adil dan  Beradab, Persatuan  Indonesia  dan bertujuan   untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat   Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham  Lincoln,  mantan  presiden  Amerika   Serikat,   yang  menyatakan   bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari, oleh, untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi,  kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,  sedangkan rakyat beserta  warga masyarakat  didefinisikan  sebagai  warga  negara. 
Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik,demos menyiratkan  makna diskriminatif.  Demos bukan untuk rakyat  keseluruhan,  tetapi populus   tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak prerogratif dalam proses  pengambilan/pembuatan  keputusan  menyangkut  urusan publik  atau  menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
a.         Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan  kekeluargaan dan gotong- royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran  religius, berdasarkan  kebenaran,  kecintaan  dan  budi  pekerti  luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
b.        Dalam demokrasi Pancasila, system pengorganisasian  negara  dilakukan  oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
c.         Dalam  demokrasi  Pancasila  kebebasan  individu  tidak bersifat  mutlak,  tetapi  harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
d.        Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita- cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
3.        Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip  merupakan  kebenaran  yang pokok/dasar  orang berfikir,  bertindak  dan lain sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip  demokrasi secara umum, terdapat dua landasan  pokok  yang  menjadi  dasar  yang  merupakan  syarat  mutlak  untuk  harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin negara, rakyat, masyarakat, organisasi, partai, keluarga, yaitu:
1)        Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik  suatu keluarga, kelompok, golongan, partai,  dan  bukan  pula  milik  penguasa negara.
2)        Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurus rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya,  dan  sekaligus  selaku  pelayan  rakyat,  yaitu  tidak  boleh/bisa  bertindak zalim terhadap tuannya, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1)        Pemerintahan berdasarkan hukum:
Dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a.         Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat),
b.        Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c.         Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2)        Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
3)        Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
4)        Peradilan  yang merdeka  berarti  badan  peradilan  (kehakiman)  merupakan  badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
5)        Adanya   partai  politik  dan  organisasi   sosial   politik   karena  berfungsi   Untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
6)        Pelaksanaan Pemilihan Umum.
7)        Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945).
8)        Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
9)        Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
10)    Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
4.        Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya,  Pendidikan  Pembelajaran  dan Penyebaran Kewarganegaraan,  Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1)        Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2)        Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3)        Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4)        Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5)        Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6)        Menghargai hak asasi manusia.
7)        Ketidaksetujuan  terhadap  kebijaksanaan  pemerintah  dinyatakan  dan  disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8)        Tidak menganut sistem monopartai.
9)        Pemilu dilaksanakan secara luber.
10)    Mengandung sistem mengambang.
11)    Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12)    Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
5.        Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Landasan formil dari periode Republik Indonesia ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPR. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut   prinsip-prinsip   yang  terkandung   di  dalam   Batang  Tubuh  UUD  1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
a.       Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka  (Machstaat).   Hal  ini  mengandung  arti  bahwa  baik  pemerintah  maupun lembaga-lembaga Negara lainnya dalam   melaksanakan   tindakan   apapun   harus dilandasi  oleh hukum dan tindakannya  bagi rakyat  harus ada landasan  hukumnya. Persamaan  kedudukan  dalam  hukum  bagi semua  warga  negara  harus  tercermin  di dalamnya.
b.        Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan  yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional  ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam  melaksanakan  tugasnya  dikendalikan  atau dibatasi  oleh  ketentuan  konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hokum lainnya yang merupakan pokok  konstitusional, seperti  TAP  MPR  dan  Undang- undang.
c.         Majelis   Permusyawaratan   Rakyat   (MPR)   sebagai   pemegang   kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti telah disebutkan  dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh  MPR.  Dengan   demikian,   MPR   adalah  lembaga   negara   tertinggi   sebagai penjelmaan  seluruh  rakyat  Indonesia.  Sebagai  pemegang  kekuasaan  negara  yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu: (a) Menetapkan UUD, (b) Menetapkan GBHN, dan (c) Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.
Wewenang MPR, yaitu: (a) Membuat putusan-putusan  yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden, (b) Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN, (c) Melaksanakan   pemilihan   dan   selanjutnya   mengangkat   Presiden   dan   Wakil Presiden, (d) Mencabut mandat dan memberhentikan  presiden dalam masa jabatannya apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD, dan (e) Mengubah undang-undang.
d.        Presiden  adalah  penyelenggaraan  pemerintah  yang  tertinggi  di  bawah  Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
e.       Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerjasama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang,  presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislatif ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi: (a) Hak tanya/bertanya kepada pemerintah, (b) Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah, (c) Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah, (d) Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal, (e) Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
f.         Menteri  Negara  adalah  pembantu  presiden,  Menteri  Negara  tidak  bertanggung jawab kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri   ini   tidak   bertanggung   jawab   kepada   DPR,   tetapi   kepada   presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai   tinggi   biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah   dalam prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
g.        Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh  suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
6.        Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
a.         Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya: (a) Ikut menyukseskan Pemilu, (b) Ikut menyukseskan Pembangunan, dan (c) Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
b.        Menjamin tetap tegaknya negara RI.
c.         Menjamin  tetap  tegaknya   negara  kesatuan  RI yang mempergunakan sistem konstitusional.
d.        Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila.
e.         Menjamin  adanya  hubungan  yang  selaras,  serasi  dan  seimbang  antara  lembaga Negara.
f.         Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, Contohnya: (a) Presiden adalah Mandataris MPR, dan (b) Presiden bertanggung jawab kepada MPR.


[1]Socrates (469-399 s.M.) Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu  dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
[2]Plato (472 – 347 s. M.) Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai  ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan  tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.   

0 komentar:

Posting Komentar