Pengantar
Pembahasan materi ini dimulai
dengan penelaahan kata-kata negara secara etimologis dalam bahasa asing dan
pertumbuhannya dalam sejarah. Akan ditelaah pula beberapa konsepsi yang melekat
pada kata itu, seperti pengertian negara, tujuan dan fungsi negara, unsur-unsur
negara dan bentuk-bentuk negara dan pemerintahan.
Materi ini juga akan membahas
tentang kewarganegaraan yang meliputi unsur darah keturunan, unsur daerah
tempat kelahiran, unsur pewarganegaraan, UU kewarganegaraan di Indonesia, hak
dan kewajiban warga negara,
karakteristik warga negara yang demokratis dan lain sebagainya.
Istilah Negara
Istilah negara diterjemahkan
dari kata-kata asing, yaitu staat (Belanda dan Jerman), state (Inggris),
etat (Perancis). Staat diambil dari kata bahasa Latin, yaitu status/statum,
artinya keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap. Kata Status atau statum diartikan sebagai standing atau station (kedudukan), yang
dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia, sebagaimana diartikan
dalam istilah status civitatis atau status repblicae.
Istilah lain adalah estate
dalam arti real estate atau personal estate dalam arti dewan atau
perwakilan golongan sosial. Dalam arti
yang belakangan kata tersebut diterjemahkan dengan kata negara.
Kata lo stato (Italia),
juga dialihkan dari kata status, yang pada mulanya digunakan untuk menyatakan keseluruhan
dari jabatan tetap. Lama kelamaan kata tersebut mendapat arti pejabat-pejabat dari jabatan itu
sendiri, dan kemudian berarti penguasaan
beserta pengikut-pengikut mereka, sampai pada akhirnya kata ini beroleh
arti sebagai kesatuan wilayah yang dikuasai.
Sebelum abad ke 15 dipergunakan
kata civitas atau res publica dari
kata stato (terutama oleh orang-orang Romawi). Kata Lo Stato merupakan
penemuan yang baru, baik dalam pemakaian maupun dalam maknanya. Kata Lo
Stato tidak dipergunakan bagi kata Polis Yunani maupun bagi negara
Feodal dari abad menengah pada waktu itu yang masih merupakan estate-stateI atau
Standen state. Istilah Lo
stato tepat untuk menunjukkan negera teritorial yang muncul pada abad ke
17, sebagai istilah yang menunjukkan sistem fungsi dan segenap organ umum yang
tersusun rapi yang mendiami suatu wilayah.
Demikian perkembangan kata staat
atau etat. Dari suatu kata
etimologis tidak memiliki hubungan dengan pengertian negara, kemudian
dipergunakan sampai saat ini untuk menunjukkan organisasi politik teritorial
dari bangsa-bangsa.
Di Indonesia, kata negara
dipergunakan pada abad ke 5 di kerajaan yang bernama Tarumanegara (yaitu
kerajaan yang meliputi daerah sekitar Sungai Citarum/Jawa Barat pada masa raja
Purnawarman).
Penggunaan nama-nama yang
menunjukkan kepada negara, dikenal pada masa Kartanegara (raja Singosari
1266-1292), Jayanegara (raja
Majapahit 1309-1389) dan Rajasanegara (raja Majapahit 1350-1389). Bahkan
juga dikenal buku ternama Negara Kertagama (karya Empu Prapanca, 1365),
yang menggambarkan beberapa keadaan dalam tata pemerintahan Majapahit.
Negara
Negara merupakan integrasi dari
kekuasaan politik, karena negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan
politik. Negara adalah agency (alat) hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara adalah organisasi yang
dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana
kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu dan
golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian negara
dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya
ke arah tujuan bersama.
Negara mempunyai dua tugas,
yaitu ;
1. Mengendalikan dan mengatur
gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain,
supaya tidak antagonistik membahayakan.
2. Mengorganisasikan dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.
Negara menentukan bagaimana
kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan dengan satu sama lain dan
diarahkan kepada tujuan nasional.
Asal Mula Negara
Teori-teori tentang asal mula
negara dapat dimasukkan ke dalam dua golongan besar, yakni teori yang
spekulatif dan teori yang historis atau teori yang
evolusionistis. Teori-teori
spekulatif adalah teori kontrak sosial, teori teokratis, teori kekuatan, teori
patriarkhal, teori organis, teori daluwarsa, teori alamiah dan teori yang
bersifat idealistis.
1. Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial atau teori
perjanjian masyarakat beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan
perjanjian-perjanjian masyarakat. Teori ini adalah salah satu teori yang
terpenting mengenai asal usul negara.
2. Teori Ketuhanan (Teokratis)
Teori ini dikenal sebagai
doktrin teokratis tentang asal usul negara. Teori ini bersifat universal, ia
ditemukan di dunia barat dan timur, baik secara teori maupun praktek.
Menurut teori ini, negara
dibentuk oleh tuhan dan pemimpin-pemimpin ditunjuk oleh tuhan. Raja dan
pemimpin-pemimpin negara hanya
bertanggungjawab dengan tuhan dan tidak pada siapapun.
3. Teori Kekuatan
Simpulan dari teori ini adalah,
negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap
kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan
penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas
kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan negara.
4.
Teori Patriarkhal dan Teori Matriarkhal
Saripati teori patriarkhal
adalah bahwa keluarga sebagai pengelompokkan patriarkhal merupakan kesatuan
sosial yang paling utama dalam masyarakat primitif. Ayahlah yang berkuasa dalam
keluarga, karena garis keturunan ditarik dari pihak ayah.
Sedangkan matriarkhi merupakan
stesel persekutuan, yang terdapat hak-hak keibuan (mother right) yang
mungkin didampingi pemimpin kaum ayah (father rule). Menurut teori matriarkhal, persekutuan
primitif yang pertama tidak mengenal pria sebagai keluarga, tidak ada semacam fater
families dari keluarga-keluarga Romawi atau seorang patriarch yang
menguasai persekutuan tersebut.
5.
Teori Organis
Konsepsi organis tentang
hakekat dan asal mula negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan
negara dengan istilah-istilah ilmu alam. Esensi dari teori organis adalah ;
negara dianggap dan dipersamakan dengan makhluk hidup (manusia atau binatang).
Individu-individu yang
merupakan komponen-komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup
tersebut. Kehidupan korporal dari negara dapat disamakan sebagai tulang
belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai
kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup tersebut. Fisiologi
negara sama dengan fisiologi makhluk hidup, dengan kelahirannya, pertumbuhan, perkembangan
dan kematiannya.
6.
Teori Daluwarsa
Menurut eksponen-eksponen teori
daluwarsa, raja bertahta bukan karena jure divino (kekuasaan berdasarkan
hak-hak ketuhanan), tetapi berdasarkan kebiasaan, jure consuetudinario. Raja
dan oraganisasinya (yaitu negara kerajaan), timbul karena adanya milik yang
sudah lama, yang kemudian melahirkan hak milik. Raja bertahta karena milik
tersebut yang didasarkan atas hukum kebiasaan.
7.
Teori Alamiah
Teori ini diperkenalkan oleh
Aristoteles, natural theory. Negara adalah ciptaan alam. Kodrat manusia
membenarkan adanya negara, karena manusia pertama-tama adalah makhluk politik (zoon
politicon), baru kemudian makhluk sosial. Lalu atas kodrat tersebut,
manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara.
8.
Teori Idealistis
Teori ini dikenal dengan
nama-nama lain seperti ; teori mutlak, teori filosofis atau teori metafisis.
Teori ini bersifat idealistis, karena merupakan pemikiran tentang negara
sebagaimana negara itu seharusnya ada, negara sebagai ide. Teori ini bersifat mutlak, karena melihat
negara sebagai suatu kesatuan yang omnipetent dan omnikompetent. Teori ini bersifat
filosofis, karena merupakan renungan-renungan tentang negara dan bagaimana
negara itu seharusnya ada. Teori bersifat metafisis, karena negara dianggap
terlepas dari individu yang menjadi bagian bangsa.
Negara memiliki kemauan
sendiri, kepentingan sendiri dan nilai-nilai moralitas sendiri. Menentang
kekuasaan negara tidak pernah dapat dibenarkan. Kewajiban menaati negara adalah
tugas suci, karena negara menjelmakan idea yang suci dan bersifat ketuhanan.
9.
Teori Historis
Menurut teori ini bahwa
lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai
dengan kebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukkan guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga tersebut tidak luput
dari pengaruh tempat, waktu dan tuntutan-tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan
telah dibenarkan oleh penyelidikan-penyelidikan historis dan
etnologis/antropologis dari lembaga-lembaga sosial bangsa-bangsa primitif di
benua Asia, Australia, Amerika. Perlu ditambahkan bahwa saat ini teori
historislah yang secara umum diterima oleh sarjana-sarjana ilmu politik sebagai
teori yang paling mendekati kebenaran tenang asal usul negara.
Defenisi Negara
1.
Roger H. Soltau ; Negara adalah alat (agency) atau
wewenang (authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat.
2.
Harold J. Laski ; negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang
yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara
hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi
ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.
3.
Max Weber ; negara suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
4.
Robert M. MacIver ; Negara adalah asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah
dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang
untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.
Defenisi umum yang dapat
ditarik, bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed)
oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil
menuntut dari warganegaranya, ketatanan pada peraturan
perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan
yang sah.
Sifat-Sifat Negara
Negara mempunyai sifat-sifat
khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang
hanya terdapat pada negara saja yang tidak terdapat pada asosiasi atau
organisasi lainnya.
1.
Sifat Memaksa
Agar peraturan-peraturan
ditaati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta
timbulnya anarki dapat dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti
mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana itu
untuk adalah polisi, tentara dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain
dari negara juga mempunyai aturan akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan
oleh negara lebih mengikat.
Unsur paksa dapat dilihat
misalnya pada ketentuan tentang pajak. Setiap warga negara harus membayar pajak
dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat dikenakan denda, atau disita
miliknya atau dibeberapa negara malahan dikenakan hukuman kurungan.
2.
Sifat Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam
menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan
bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan
disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3.
Sifat Mencakup Semua (all
encompassing, all embracing).
Semua peraturan
perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak), berlaku untuk semua
orang tanpa terkecuali. Keadaan demikian
memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar lingkup aktivitas
negara, maka usaha negara ke arah tercapainya
masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
Unsur-Unsur Negara
Terwujudnya suatu negara
apabila telah memenuhi tiga unsur sebagai kesatuan politik, yaitu penduduk,
wilayah, pemerintah yang berdaulat.
1.
Penduduk
Penduduk secara sosiologis
lazim disebut rakyat dari negara itu. Rakyat dalam hubungan ini
diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa
persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
Ditinjau dari segi hukum,
rakyat merupakan warganegara suatu negara. Warganegara adalah seluruh individu
yang mempunyai ikatan hukum dengan sesuatu negara tertentu. Ada dua asas yang
biasanya dipakai dalam penentuan kewarganegaraan, yaitu;
a.
Asas ius soli (law of the soil),
Menentukan
warganegaranya berdasarkan tempat tinggal, dalam arti siapapun yang bertempat
tinggal di suatu negara adalah warganegara tersebut.
b.
Asas ius sanguinis (law of the blood),
Menentukan
warga negara berdasarkan pertalian darah, dalam arti siapapun seorang anak
kandung (yang sedarah seketurunan) dilahirkan oleh seorang warganegara
tertentu, maka anak tersebut juga dianggap warganegara yang bersangkutan.
2.
Wilayah
Jika penduduk merupakan substratum
personil sesuatu negara, maka wilayah adalah landasan material atau landasan
fisik negara. Negara in concreto juga tidak dapat dibayangkan tanpa
landasan fisik. Wilayah dalam hubungan ini, dimaksudkan bukan hanya wilayah
geografis atau wilayah dalam arti sempit, tetapi terutama wilayah dalam arti
hukum atau wilayah dalam arti yang luas.
Jelas bahwa sesuatu kesatuan
politik untuk menjadi negara harus memenuhi syarat fisik (material), yaitu
suatu wilayah yang luasnya ditentukan oleh perbatasan-perbatasannya, yang
biasanya ditentukan dalam suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat antara dua
negara atau lebih disebut perjanjian antar negara (perjanjian
internasional). Perjanjian internasional yang dibuat antara dua negara disebut perjanjian
bilateral, dan perjanjian antara banyak negara disebut perjanjian
multilateral.
3.
Pemerintah
Pemerintah juga merupakan salah
satu di antara tiga unsur konstitutif negara. Sekalipun telah ada sekelompok
individu yang mendiami sesuatu wilayah, namun belum juga dapat diwujudkan suatu
negara, jika tidak ada segelintir orang yang berwenang mengatur dan menyusun
hidup bersama itu. Pemerintah itu adalah organisasi yang mengatur dan memimpin
negara, tanpa pemerintah tidak mungkin negara itu berjalan dengan baik.
Pemerintah menegakkan hukum dan
memberantas kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
yang bertentangan. Oleh karena itu mustahilah adanya masyarakat tanpa
pemerintah.
Pemerintah yang menetapkan,
menyatakan dan menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam
organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur
urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama.
Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi
kesejahteraan bersama.
Tujuan Dan Fungsi Negara
Negara dapat dipandang sebagai
asosiasi yang hidup dan bekerjasama serta mengejar beberapa tujuan negara.
Tujuan akhir dari negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum
publicum, common good, common weal).
Menurut Roger, tujuan negara
adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya
ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative
self-expression of its members). Menurut Harold, menciptakan dimana
rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan yang maksimal (creation
of those condition under which the members of the state may attain the maximum
satisfaction of their desire).
Tujuan negera RI yang tercantum
dalam pembahasan UUD 1945 ialah; “untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonsia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, dengan berdasarkan kepada ; ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan keadailan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Negara yang berhaluan Marxisme-Leninisme
bertujuan untuk membangun masyarakat komunis, sehingga bonum publicum selalu
ditafsirkan dalam rangka tercapainya masyarakat komunis.
Beberapa fungsi minimum yang
mutlak perlu, yaitu ;
a.
Melaksanakan ketertiban (law and order) untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka
negara harus melaksanakan penertiban (negara bertindak sebagai stabilisator).
b.
Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
c.
Pertahanan ; hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan
serangan dari luar.
d.
Menegakkan keadilan ; hal ini dilaksanakan melalui
badan-badan pengadilan.
Fungsi lain yang dapat dilihat
dari negara, antara lain ;
1.
Keamanan ekstern.
2.
Ketertiban intern.
3.
Keadilan.
4.
Kesejahteraan umum dan
5.
Kebebasan.
Bentuk Negara Dan Pemerintahan
1.
Bentuk Negara
Dalam teori-teori modern,
bentuk negara yang terpenting adalah negara kesatuan (unitarisme) dan
negara serikat (federasi). Negara kesatuan ialah suatu negara yang
merdeka dan berdaulat, yang berkuasa satu pemerintah pusat yang mengatur
seluruh daerah secara totalitas.
Negara kesatuan dapat berbentuk
;
a.
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, dimana segala
sesuatu dalam negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan
daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana
kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan swatantra.
Sedangkan yang dimaksud dengan
negara serikat (federasi) adalah suatu negara yang merupakan gabungan
dari beberapa negara, yang menjadi negara-negara bagian dari negara serikat
tersebut. Negara bagian adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta
berdiri sendiri.
2.
Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan yang
terkenal adalah kerajaan (monarki) dan Republik. Kerajaan Monarki adalah
suatu negara yang kepala negaranya adalah seorang raja, sultan atau kaisar.
Kepala negara dinobatkan secara turun temurun dengan memilih putera/puteri
sesuai dengan budaya setempat.
Ada beberapa macam kerajaan
Monarki, yaitu ;
a.
Monarki Mutlak
b.
Monarki konstitusional
c.
Monarki parlementer
Sedangkan yang disebut dengan
Republik adalah suatu negara yang dipimpin oleh seorang presiden. Negara
republik dibedakan atas bentuk serikat dan kesatuan.
Negara Republik dibagi menjadi
;
a.
Republik mutlak (absolut).
b.
Republik konstitusional dan
c.
Republik parlementer.
Aristoteles (Filosof klasik
Yunani), membagi negara menurut bentuk pemerintahannya, yaitu ;
1.
Monarki: pimpinan (pemerintah) tertinggi negara terletak
ditangan satu orang (mono=satu dan archein=memerintah).
2.
Oligarki: pimpinan (pemerintah) negara terletak dalam
tangan beberapa orang (biasanya dari golongan feodal, golongan yang berkuasa).
3.
Demokrasi: pimpinan (pemerintah) tertinggi negara
terletak ditangan rakyat (demos).
Warganegara
Penduduk suatu negara dapat
dibagi atas warganegara dan bukan warganegara (orang asing). Dalam hubungan
dengan negara yang didiaminya, keduanya sangat berbeda, yaitu ;
a.
Setiap warganegara memiliki hubungan yang tidak
terputus dengan tanah airnya, dengan UUD negaranya, walaupun yang
bersangkutan berada di luar negeri, selama yang bersangkutan tidak memutuskan
hubungannya (terikat oleh ketentuan hukum internasional).
b.
Penduduk yang bukan warganegara (orang asing) hubungannya
hanyalah selama yang bersangkutan bertempat tinggal dalam wilayah negara
tersebut.
Unsur-Unsur Kewarganegaraan
1.
Unsur darah keturunan (ius sanguinis)
Kewarganegaraan
dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang. Artinya
kalau dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, maka otomatis
menjadi warganegara Indonesia.
2.
Unsur daerah tempat kelahiran (ius solis)
Daerah
tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan, terkecuali
anggota-anggota korps diplomatik dan
anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas.
3.
Unsur pewarnegaraan (naturalisasi)
Walaupun
tidak dapat memenuhi dua unsur sebelumnya, orang dapat juga memperoleh
kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat
dan prosedur pewarganegaraan ini diberbagai negara sedikit banyak dapat
berlaian, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.
Hak Dan Kewajiban Warganegara
1.
Hak-hak warganegara
Dalam UUD 1945 ada bebarapa hak
yang dengan tegas dinyatakan dalam salah satu pasalnya. Ada juga beberapa hak
yang akan diatur lagi dengan UU;
a.
Pasal 27 ayat 1 (segala warganegara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan …)
b.
Pasal 27 ayat 2 (tiap-tiap warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan)
c.
Pasal 28 (kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
UU.
d.
Pasal 29 ayat 2 (negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamnya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu)
e.
Pasal 30 (tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara).
f.
Pasal 31 (tiap-tiap warganegara berhak mendapat
pengajaran).
Kemerdekaan yang diatur UU, ialah ;
a.
Kemerdekaan berserikat.
b.
Kemerdekaan berkumpul.
c.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan.
d.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan tulisan.
e.
Kewajiban warganegara
f.
Pasal 27 (segala warganegara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan) dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecuali).
g.
Pasal 30 (tiap-tiap warganegara (berhak dan) wajib ikut
serta dalam pembelaan negara).
Karakteristik Warganegara Yang Demokrat
1.
Rasa hormat dan tanggungjawab.
2.
Bersikap kritis.
3.
Membuka diskusi dan dialog.
4.
Bersikap terbuka.
5.
Rasional.
6.
Adil
7.
Jujur
Kecakapan Warganegara
Dialam demokrasi sekarang,
warganegara tidak cukup mempunyai bangunan pengetahuan politik atau aspek-aspek
politik, tetapi juga membutuhkan penguasaan terhadap kecakapan-kecakapan
intelektual dan partisipasi yang terkait.
1.
Kecakapan intelektual
Merupakan kecakapan berfikir
kritis, yaitu memahami isu, sejarahnya, keterkaitannya serta dirangkai dengan
piranti-piranti intelektual untuk membuat berbagai pertimbangan yang akan
bermanfaat.
Untuk membangun kecakapan
berfikir kritis bagi warganegara, perlu dibangun kesadaran kritisnya. Tahapan
bangunan tersebut adalah ;
1.
Membangun keterlibatan masyarakat bawah dalam proses
politik (memacah kebudayaan “bisu” dikalangan masyarakat).
2.
Observasi sistemik (masyarakat diajak mengidentifikasi
akar represi/ketertindasan mereka).
3.
Analisis struktural (menjelaskan keterkaitan antara
berbagai sistem).
4.
Menentukan tujuan (menyediakan perspektif secara lengkap
yang terkait dengan struktur dan situasi lokal atau nasional).
5.
Menentukan strategi dan taktik (membuat rencana dan
implementasinya dari aksi yang telah disiapkan).
6.
Aksi dan refleksi secara terus menerus (refleksi tanpa
aksi adalah hanyalah omong kosong belaka, namun tanpa refleksi adalah aktivitas
murni).
Setiap persoalan yang ada di
masyarakat, baik persoalan individual (privat) maupun kolektif (publik) bisa
dilihat dari tiga aspek yang berbeda, yaitu :
1.
Nilai dan kepercayaan (budaya, agama)
2.
Organisasi (politik)
3.
Kelangsungan hidup (ekonomi dan sosial)
Ada beberapa unsur dari
kecakapan berfikir kritis, yaitu ;
a)
Kemampuan mendengar.
b)
Kemampuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan persoalan.
c)
Kemampuan menganalisis dan
d)
Kemampuan untuk melakukan suatu evaluasi isu-isu publik.
2.
Kecakapan partisipatoris
Keterlibatan yang tidak
efektif, apalagi tidak partisipatif, akan mengakibatkan perubahan harkat
kehidupan yang tidak signifikan bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali.
Untuk dapat berpartisipasi
dengan efektif dan bertanggungjawab serta dilandasi dengan pengetahuan yang
cukup, warganegara perlu memiliki kemampuan tertentu untuk berpartisipasi atau
bisa disebut sebagai kecakapan partisipatori (participatory skill).
Dalam konteks pendidikan
politik, kecakapan partisipatoris
mencakup tiga kecakapan
atau keahlian berikut ;
a.
Keahlian berinteraksi (interacting).
Keahlian berinteraksi meliputi
keahlian-keahlian berikut ;
1)
Mendengarkan dengan penuh perhatian.
2)
Bertanya dengan efektif.
3)
Mengutarakan pikiran dan perasaan.
4)
Mengelola konflik melalui mediasi, kompromi dan
kesepakatan.
b.
Keahlian memantau (monitoring) isu publik
Keahlian ini meliputi kemampuan untuk ;
1)
Meriset isu publik melalui studi pustaka (media massa,
informasi elektronik dan perpustakaan), hingga studi lapangan (observasi,
wawancara dan kuisioner).
2)
Menghadiri pertemuan-pertemuan publik.
3)
Mengamati proses pengadilan dan mekanisme kerja sistem
hukum.
c.
Keahlian mempengaruhi (influencing) kebijakan
publik
Meliputi kemampuan ;
1)
Membuat petisi.
2)
Berbicara di depan umum
3)
Bersaksi di depan badan-badan publik
4)
Terlibat dalam kelompok advokasi ad hoc
5)
Membangun aliansi.
Tugas Rumah
Problem kewarganegaraan muncul
sebagai suatu perkembangan yang lazim. Coba saudara jelaskan permasalahan
berikut;
1.
Bagaimana status warganegara yang berada di daerah
perbatasan yang belum jelas status kewarganegaraannya?
2.
Bagaimana dengan warganegara suatu negara yang pergi ke
negara lain untuk meminta suaka politik?
3.
Bagaimana dengan anak yang memiliki orang tua
berkebangsaan asing, ikut negara bapaknya atau ibunya?
4.
Apakah perkawinan dapat merubah status kewarganegaraan
seseorang? Jelaskan?
5.
Apa saja persyaratan untuk pindah menjadi warganegara
lain? Uraikan?
Bahan Bacaan
Budiardjo,
Miriam. (1987). Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Media.
Diponolo, GS. (1975). Ilmu negara Jilid I. Jakarta:
Balai Pustaka.
Isyawara, F. (1982). Ilmu politik. Bandung: Bina
Cipta.
Kansil, CST. (1979). Sistem pemerintahan Indonesia. Jakarta:
Aksara Baru.
Khairon, dkk. (1999). Pendidikan politik bagi
warganegara. Yogyakarta: LkiS.
Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim. (1983). Hukum tata
negara Indonesia. Jakarta: FHUI dan CV. Sinar Bakti.
Lubis, M. Solly. (1982). Asas-asas hukum tata negara. Bandung:
Alumni.
Maciver. (1971). Negara modern. Jakarta: Ikhtiar.
Musanef. (1983). Sistem pemerintahan di Indonesia. Jakarta:
PT. Gunung Agung.
Prodjodikoro, Wirjono. (1971). Asas-asas ilmu negara
dan politik. Bandung: Eresco.
Syafi’ie. Inu Kencana. (1994). Ilmu pemerintahan. Bandung:
Mandar Maju.
Simorangkir, JCT dan Mang Reng B Say. (1971). Tata
negara Indonesia. Jakarta: Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar