Pengantar
Materi ini akan mengantarkan
pada pemahaman tentang hakekat demokrasi dan prinsip-prinsip demokrasi, sejarah
dan perkembangan demokrasi di Barat dan Indonesia, komponen penegak demokrasi,
indikator dan tolok ukur pemerintahan demokratis di Indonesia.
Diakhir pembahasan diharapkan diperoleh pemahaman tentang
demokrasi dan menyadari betapa pentingnya bersikap dan berperilaku yang
mengkedepankan nilai-nilai demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Hakekat Demokrasi
Ada dua
alasan menurut Mahfud (1999)
dipilihnya demokrasi sebagai
dasar dalam negara, yaitu;
1. Hampir semua negara di dunia
telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental.
2. Demokrasi Sebagai asas
kenegaraan yang esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertinggi.
Kemudian juga Demokrasi
dijadikan pilihan oleh banyak orang, didasari oleh tiga asumsi pemikiran, yaitu
;
1. Demokasi tidak saja merupakan
bentuk final dan terbaik bagi sistem pemerintahan, melainkan juga sebagai
doktrin politik luhur yang akan memberikan manfaat bagi kebanyakan negara.
2. Demokrasi sebagai sistem
politik dan pemerintahan dianggap mempunyai akar sejarah yang panjang (sejak
Yunani kuno), sehingga tahan banting dan dapat menjamin terselenggaranya suatu
lingkungan politik yang stabil.
3. Demokrasi dipandang sebagai
sistem yang paling alamiah dan manusiawi.
Pemahaman hakekat Demokrasi
terlebih dahulu diawali dengan pengertian Demokrasi serta nilai yang terkandung
di dalamnya. Demokrasi secara etimologis terdiri dari kata demos (rakyat
atau penduduk suatu tempat) dan cratein atau cratos (kekuasaan atau
kedaulatan). Jadi, demos-cratein/demos-cratos adalah
kekuasaan/kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Kemudian secara terminologis
dapat disitir beberapa pendapat para pakar berikut;
1. Josefh A, Schmeter
Merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik, dimana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.
2. Sidney Hook
Adalah bentuk pemerintahan,
dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa.
3. Phillipe C. Schmitter dan Terry
Lynn Karl
Merupakan suatu sistem
pemerintahan, dimana pemerintah dimintai tanggungjawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warganegara, yang bertindak secara tidak langsung
melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
4. Deliar Noer
Demokrasi sebagai dasar hidup
bernegara mengandung pengertian bahwa pada tingkat terakhir, rakyat memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijakan negara, karena kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat.
5. Moh. Mahduf, MD
Dari sudut organisasi,
Demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri
atau atas persetujuan rakyat, karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
6. Henry B, Mayo
Merupakan sistem politik yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala, yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Prinsip-Prinsip Demokrasi
Menurut Abdillah (1999 ;
111-142), prinsip-prinsip Demokrasi terdiri dari;
1. Persamaan.
Memberi penegasan bahwa
setiap warga negara (rakyat biasa atau pejabat), mempunyai persamaan kesempatan
dan kesamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan.
2. Kebebasan dan
Menegaskan bahwa setiap
individu warganegara atau rakyat, memilik kebebasan menyampaikan pendapat dan
membentuk perserikatan.
3. Pluralisme
Memberikan penegasan dan
pengakuan bahwa keragaman budaya, bahasa, etnis, agama dan pemikiran atau
lainnya, merupakan conditio sain qua non (sesuatu yang tidak bisa
terelakkan).
Sedangkan menurut Kencana
(1999), prinsi-prinsip Demokrasi sebagai berikut ;
1.
Adanya pembagian kekuasaan.
2.
Adanya pemilihan umum (general election).
3.
Adanya manajemen pemerintahan yang terbuka.
4.
Adanya kebebasan individu.
5.
Adanya peradilan yang bebas.
6.
Adanya pengakuan hak minoritas.
7.
Adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum.
8.
Adanya pers yang bebas.
9.
Adanya multi partai.
10.
Adanya musyawarah.
11.
Adanya persetujuan parlemen.
12.
Adanya pemerintahan yang konstitusional.
13.
Adanya ketentuan pendukung tentang sistem demokrasi.
14.
Adanya pengawasan terhadap administrasi publik.
15.
Adanya perlindungan HAM
16.
Adanya pemerintahan yang bersih
17.
Adanya persaingan keahlian.
18.
Adanya mekanisme politik.
19.
Adanya kebijakan negara yang berkeadilan.
20.
Adanya pemerintahan yang mengutamakan tanggungjawab.
Sedangkan menurut Robert A,
Dahl prinsip yang harus ada dalam sistem demokrasi, yaitu;
1. Kontrol atas keputusan
pemerintah.
2. Pemilihan yang teliti dan
jujur.
3. Hak memilih dan dipilih.
4. Kebebasan menyatakan pendapat
tanpa ancaman.
5. Kebebasan mengakses informasi
6. Kebebasan berserikat.
Selain prinsip-prinsip di atas,
Demokrasi terdiri atas fondasi fundamental yaitu ;
1.
teoritas,
2. privasi,
3. tanggungjawab dan
4. keadilan.
Sejarah Dan Perkembangan Demokrasi Di Barat
Konsep Demokrasi lahir dari
pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekan
dalam hidup bernegara antara abad 4 SM sampai dengan 6 KM. Demokrasi yang
berlangsung masa tersebut adalah demokasi langsung (direct democracy), artinya rakyat dalam menyampaikan haknya untuk
membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warganegara,
berdasarkan prosedur mayoritas.
Sifat langsung tersebut
berjalan secara efektif, karena negara
kota (city state) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan
wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah
penduduk sekitar 300.000 orang.
Selanjutnya alam Demokrasi pada
masyarakat abad pertengahan tidak dijumpai, karena pada waktu itu struktur
masyarakat barat dicirikan oleh perilaku yang feodal, kehidupan spiritual
dikuasai oleh Paus dan pejabat agama,
sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan di antara para
bangsawan. Dengan demikian, kehidupan sosial politik dan agama pada masa itu,
hanya ditentukan oleh elit-elit masyarakat yaitu kaum bangsawan dan kaum
agamawan.
Namun demikian, menjelang akhir
abad pertengahan, tumbuh kembali keinginan menghidupkan Demokrasi. Indikasinya yaitu lahirnya Magna Charta
(piagam besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum
bangsawan dan raja John (Inggris) dengan bawahannya. Kelahiran Magna Charta,
disebut sebagai tonggak baru kemunculan Demokrasi. Dalam MC ditegaskan bahwa raja mengakui dan
menjamin beberapa hak dan preveleges bawahannya termasuk rakyat jelata
sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain.
Selain itu dalam MC memuat dua prinsip yang sangat
mendasar;
1. Adanya pembatasan kekuasaan
raja dan
2. Hak asasi manusia lebih penting
daripada kedaulatan raja.
Munculnya kembali gerakan D di
Eropah Barat, didorong oleh perubahan sosial dan gerakan kultural yang
berintikan pada penekanan kemerdekaan akal dari segala pembatasan. Gerakan
kultural tersebut adalah renaissance dan gerakan reformasi. Gerakan
Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan
budaya Yunani Kuno. Gerakan ini lahir di Barat, karena adanya kontak dengan
dunia Islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban ilmu
pengetahuan.
Para ilmuan masa itu
seperti Ibn Khaldun, Al Razi, Oemar
Khayam, Al Khawarizmi dan sebagainya, bukan hanya berhasil menyesuaikan ilmu
pengetahuan tersebut berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan alam
pikiran mereka sendiri (yaitu orang Barat). Oleh karena itulah orientalis Philip
K. Hitti, menyatakan bahwa dunia Islam telah memberikan sumbangan besar
terhadap Eropah dengan terjemahan-terjemahan warisan Parsi dan Yunani Kuno dan
menyeberangkannya ke Eropah melalui Syiria, Spanyol dan Sisilia. Negara-negara
tersebut merupakan arus transformasi ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke
Barat.
Dengan kata lain, Renaisans di
Eropah yang berintikan akal pikiran untuk selalu mencipta dan mengembangkan
ilmu pengetahuan yang mengilhaminya
kembali gerakan demokrasi. Jadi alam demokrasi di Barat pada abad
pertengahan bersumber dari tradisi keilmuan Islam. Pada masa tersebut semua
ikatan yang ada digantikan dengan kebebasan bertindak seluas-luasnya sepanjang
sesuai dengan yang dipikirkan.
Selain renaisans, peristiwa
lain yang mendorong timbulnya kembali gerakan Demokrasi di Eropah yang sempat
tenggelam pada abad pertengahan adalah gerakan Reformasi. Gerakan reformasi
merupakan suatu gerakan revolusi agama (pada abad 16), yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan
dalam gereja Katolik, dimana kekuasaan gereja dominan dalam menentukan tindakan
warganegara, oleh karena itu segala hal yang
berkaitan dengan tindakan warganegara ditentukan oleh gereja. Revolusi agama yang dimotori Martin Luther
menyulut api pemberontakan terhadap dominasi gereja yang telah mengungkung
kebebasan berfikir dan bertindak.
Gerakan reformasi dalam Katolik
melahirkan Protestanisme yang intinya memberikan penegasan pemisahan antara
kekuasaan gereja dengan negara. Kekuasaan gereja mengatur hal yang terkait
dengan masalah agama, sedangkan negara mengatur hal yang terkait dengan masalah
kenegaraan. Dari sinilah ilham gerakan demokrasi barat di abad pertengahan
mencuat.
Pada kemunculan kembali sistem
demokrasi di Eropah, hak-hak politik rakyat dan HAM secara individu merupakan
tema dasar dalam pemikiran politik (ketatanegaraan). Maka munculah gagasan
tentatif mengenai pembatasan kekuasaan pemerintah melalui pembuatan konstitusi
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Di atas konstitusi inilah, batasan kekuasaan pemerintah dan jaminan
hak-hak politik rakyat dapat ditentukan, sehingga kekuasaan pemerintah diimbangi
dengan kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga hukum. Gagasan inilah yang
kemudian dinamakan konstitusionalisme dalam sistem ketatanegaraan.
Sejarah Dan Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Perkembangan Demokrasi di
Indonesia dapat dibagi dalam dua tahapan, yaitu;
1.
Tahapan Pra-Kemerdekaan.
2. Tahapan Pasca-Kemerdekaan.
Gagasan Demokrasi terus berlanjut pada masa sebelum
kemerdekaan, seperti lahirnya konsep Demokrasi versi beberapa tokoh dan pendiri
negara (Soekarno, Hatta, Moh. Natsir, Syahrir dan lainnya. Dengan demikian bagi
bangsa Indonesia tradisi berdemokrasi sebenarnya telah dimulai sejak zaman
kerajaan nusantara, karena potensi tumbuhnya alam Demokrasi sangat besar.
Perkembangan Demokrasi
pasca-kemerdekaan mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan
sampai saat ini. Selama 55 tahun perjalanan bangsa dan negara Indonesia,
masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana Demokrasi mewujudkan dirinya dalam
berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara seperti dalam bidang politik,
ekonomi, hukum dan sosial budaya.
Sebagai tatanan kehidupan, inti
tatanan kehidupan yang demokratis secara empiris terkait dengan persoalan pada
hubungan antara negara atau pemerintah dengan rakyat, atau sebaliknya hubungan
rakyat dengan negara atau pemerintah dalam posisi keseimbangan (equilibrium potition)
dan saling melakukan pengawasan (check and balances). Dengan kata lain,
posisi keseimbangan antara pemerintah atau negara dengan rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara menghindari tumbuhnya tindakan kotor dan anarkis, baik
dilakukan pemerintah atau negara terhadap rakyatnya, partai politik, militer,
maupun oleh rakyat sendiri terhadap negara atau dengan sesama anggota
masyarakat.
Perkembangan Demokrasi di
Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode, yaitu ;
a. Demokrasi Periode 1945-1959.
b. Demokrasi Periode 1959-1965.
c. Demokrasi Periode 1965-1998.
d. Demokrasi Periode
1998-Sekarang.
Tegaknya Demokrasi terkait
dengan tegaknya komponen atau unsur dalam Demokrasi itu sendiri. Komponen
tersebut antara lain ;
a. Negara hukum.
b. Masyarakat madani.
c. Infrastruktur politik.
d. Pers bebas dan
bertanggungjawab.
Suasana kehidupan yang
Demokratis (khususnya dalam kehidupan kenegaraan dan sistem pemerintahan),
ditandai oleh beberapa hal ;
a.
Dinikmati dan dilaksanakan hak serta kewajiban politik oleh masyarakat
berdasarkan prinsip-prinsip dasar HAM yang menjamin adanya kebebasan,
kemerdekaan dan rasa merdeka.
b.
Penegakan hukum yang mewujud pada asas supremasi penegakan hukum ,
kesamaan di depan hukum dan jaminan terhadap HAM.
c.
Kesamaan hak dan kewajiban anggota masyarakat.
d.
Kebebasan pers dan pers yang bertanggung.
e.
Pengakuan terhadap hak minoritas.
f.
Pembuatan kebijakan negara yang berlandaskan pada asas pelayanan,
pemberdayaan dan pencerdasan.
g.
Sistem kerja yang kooperatif dan kolaboratif.
h.
Keseimbangan dan keharmonisan.
i.
Tentara yang profesional sebagai kekuatan pertahanan. Lembaga peradilan
yang independen.
Menurut Amin Rais dalam Mahfud
MD (1999), kriteria lain untuk menilai suatu negara Demokratis adalah;
a.
Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan.
b.
Persamaan kedudukan di depan hukum.
c.
Distribusi pendapatan secara adil.
d.
Kesempatan memperoleh pendidikan.
e.
Kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul
dan kebebasan beragama.
f.
Kesediaan dan keterbukaan informasi.
g.
Mengindahkan fatsoen politik.
h.
Kebebasan individu.
i.
Semangat kerjasama.
j.
Hak untuk protes.
Selanjutnya berkaitan dengan
kriteria negara demokratis menurut Bingham Powell adalah;
a. Pemerintah mengklaim mewakili hasrat para
warganya.
b. Klaim harus berdasarkan pada
adanya pemilihan kompetitif secara berkala antara calon alternatif.
c. Partisipasi orang dewasa sebagai
pemilih dan calon yang dipilih.
d. Pemilu yang bebas.
e. Para warga negara memiliki
kebebasan-kebebasan dasar yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan
berkumpul dan berorganisasi serta membentuk partai politik.
Sementara Robert A Dahl
menyatakan 7 (tujuh) ciri hakiki yang disebut sebagai negara demokrasi, yaitu;
a. Pejabat yang dipilih.
b. Pemilihan yang bebas dan fair.
c. Hak pilih yang mencakup semua.
d. Hak untuk menjadi calon suatu
jabatan.
e. Kebebasan pengungkapan diri
secara lisan dan tulisan.
f. Informasi alternatif.
g. Kebebasan membentuk asosiasi.
Sedangkan Affan Gaffar, memberi
tanda negara demokratis, adalah sebagai berikut;
a. Akuntabilitas.
b. Rotasi kekuasaan.
c. Rekrutmen politik yang terbuka.
d. Pemilihan umum.
e. Menikmati hak-hak dasar.
Sedangkan pedapat yang
dikemukakan oleh Miliam Budiarjo, adalah ;
a. Perlindungan konstitusi.
b. Badan kehakiman yang bebas dan
tidak memihak.
c. Pemilu yang bebas.
d. Kebebasan menyatakan pendapat.
e. Kebebasan berserikat,
berorganisasi dan beroposisi.
f. Pendidikan kewarganegaraan dan
g. Kebijakan politik ditetapkan
atas dasar mayoritas.
Ada 4 (empat) prasyarat yang
membuat pertumbuhan Demokrasi menjadi lebih memberi harapan, yaitu ;
a.
Peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan.
b.
Pemberdayaan dan pengembangan kelompok-kelompok masyarakat yang
favorouable bagi pertumbuhan Demokrasi (seperti kelas menengah, para pekerja
dan sebagainya).
c.
Hubungan internasional yang lebih adil dan seimbang.
d.
Sosialisasi pendidikan kewarganegaraan.
Tugas Rumah
1.
Apa yang disebut dengan Demokrasi?
2.
Mengapa banyak Negara memilih Demokrasi sebagai sistem pemerintahannya?
3.
Apa keunggulan dan kelemahan dari Demokrasi?
4.
Sebutkan negara-negara yang berhasil menciptakan kedamaian dan
kesejahteraan dengan Demokrasi?
5.
Apa makna pelaksanaan Demokrasi bagi rakyat Indonesia?
6.
Mengapa Demokrasi diberbagai negara didera banyak protes?
Bahan Bacaan
Abdillah,
Masykuri. (1999). Demokrasi di persimpangan makna ; respon intelektual
muslim Indonesia terhadap konsep demokrasi 1966-1993. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Amin, M. Masyhur
dan Mohammad Nadjib. (1993). Agama, demokrasi dan transformasi sosial. Yogyakarta:
LKPSM.
Asshiddiqie, Jumly.
(1994). Gagasan kedaulatan rakyat dalamkonstitusi dan pelaksanaannya di
Indonesia. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Azhar, Ipong, s.
(2000). Membangun keadaban demokratis. Kompas Juni.
Budiardjo,
Miriam. (1996). Demokrasi di Indonesia ; demokrasi parlementer dan demokrasi
Pancasila. Jakarta: Gramedia.
Culla, Adi
Suryadi. (1999). Masyarakat madani ; pemikiran, teori dan relevansinya
dengan cita-cita reformasi. Jakarta: Raja Grafindo.
Effendy, Bahtiar.
(2000). Islam, demokrasi dan HAM dalam Ahmad Suaedy, pergulatan pesantren
dan demokratisasi. Yogyakarta: t.p.
-------, (1999). Demokrasi
dan agama ; eksistensi agama dalam politik Indonesia. Dalam M. Deden Ridwan
dan Asep Gunawan, Demokrasi Kekuasaan. Jakarta: LSAF-TAF.
Gaffar, Affan.
(1993). Demokrasi politik. Makalah seminar Perkembangan Demokrasi di
Indonesia sejak 1945. Jakarta: Widyagrah, LIPI.
Hartono. (1993). Agama
Budha dan nilai-nilai demokrasi. Amin, M. Masyhur dan Mohammad Nadjib, Agama,
demokrasi politik, budaya transformasi sosial. Yogyakarta: LKPSM.
Hidayat,
Komaruddin. (1994). Tiga model hubungan agama dan demokrasi. Dalam Elza
Peldi Taher, Demokrasi Politik, budaya dan ekonomi. Jakarta: t.p.
Ignas Kleden.
(2000). Melacak akar konsep demokrasi ; suatu kajian kritis dalam Ahmad
Suaedy ; Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi. Yogyakarta: t..p.
Kaelani. (1999). Pendidikan
Pancasila, yuridis kenegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Karim, M. Rusli.
(1998). Peluang dan hambatan demokratisasi, dalam Jurnal CSIS Jakarta,
Januari-Maret.
Ma’arif, Ahmad
Syafi’i. (1985). Islam dan masalah kenegaraan, studi tentang percaturan
dalam konstituante. Jakarta: LP3ES.
Mahfud, MD.
(1999). Hukum dan pilar-pilar demokrasi. Yogyakarta: Gema Media.
-------, (1993). Demokrasi
dan konstitusi di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Masdar,
Umaruddin, dkk. (1999). Mengasah naluri publik memahami nalar politik. Yoigyakarta:
LkiS.
Suseno, Frans
Magnis. (1997). Mencari sosok demokrasi, sebuah telaah filosofis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Mu’is, abdul.
(2000). Titian jalan demokrasi, peranan kebebasan pers untuk budaya
komunikasi politik. Jakarta: Kompas.
Pudja, Ida Bagus.
(1993). Cinta kasih fondasi dalam agama Hindu. Amin, M. Mansyur dan
Mohammad Nadjib, Agama, demokrasi dan transformasi sosial. Yogyakarta:
LKPSM.
Rasyid, Muhammad
Ryaas. (1997). Kajian awal birokrasi pemerintahan dan politik orde baru. Jakarta:
Yayasan Watampone.
-------, (1976). Dasar-dasar
ilmu politik. Jakarta: Gramedia.
Siagian, Faisal.
(1994). Menangkap peluang demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Jurnal
CSIS Januari-Pebruari.
Sumartana, Th.
(1993). Protestanisme dan demokrasi, dalam Amin, M. Masyhur dan Mohammad
Nadjib, Agama, demokrasi dan transformasi sosial. Yogyakarta: LKPSM.
Susanto, Budi.
(1993). Demokrasi Katholik di Indonesia, dalam Amin, M. Mansyhur dan
Mohammad Nadjib, Agama, Demokrasi dan transformasi sosial, Yogyakarta,
LKPSM.
Wahid,
Abdurrahman. (1993). Sosialisasi nilai-nilai demokrasi. dalam Amin, M.
Mansyhur dan Mohammad Nadjib, Agama, Demokrasi dan transformasi sosial, Yogyakarta,
LKPSM.
0 komentar:
Posting Komentar